<xmp> <body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d10502943\x26blogName\x3dsekedar+coretan\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://coretanharian.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://coretanharian.blogspot.com/\x26vt\x3d-5697987485432199617', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script> </xmp>
Tuesday, May 31, 2005
Petuah Sensei Nihongo
Jadi begini, hari-hari elsa kan biasanya belajar Nihongo private ke kelasnya Matsubara Sensei. Minggu lalu, 2 hari terakhir ga diisi belajar, ehh kitanya malah ngobrol macem-macem. Abis senseinya yg ngajakin, yaa elsa sih ayo-ayo ajah..hehe, itung-itung sambil belajar kaiwa (percakapan).
Hari pertama, kita ngobrolin ttg segala sesuatu yg berkaitan dengan gaya hidup orang Jepang. Mulai dari angan-angan beliau tinggal di Mansion sampe model pernikahan orang Jepang. Kalo dipake ngobrol, belajar 2 jam kok berasa cuman 20 menit ya.. *hiperbol ding *

Nha, hari keduanya..kebetulan elsa minta tolong Sensei bantuin ngisi form konfirmasi kehadiran untuk undangan dari Hoikuen.
Di Jepang ini, setiap yg namanya invitation, selalu disertakan form isian konfirmasi kehadiran, dan harus segera dikembalikan sesuai batas waktu yg dicantumkan di undangan tsb.
Ceritanya, 11 Juni nanti, sekolah Nanda mengundang para orang tua murid untuk datang melihat apa saja kegiatan anak-anak mereka sepanjang hari selama (dititip) di sekolah.
Sekaligus juga, mumpung para orang tua murid pada ngumpul, ada acara gakkushu (pembelajaran) utk para wali murid ini ttg bagaimana cara mendidik anak sehingga tumbuh menjadi anak yg 'baik' dan mandiri dalam segala hal.

Terus deh, elsa malah dikasih kuliah ttg pendidikan anak..hehe
FYI, si sensei ini nyaris seusia dengan ortu (ibu) elsa. Mempunyai 3 orang anak, yang masing-masing anak katanya punya ke-khas-an sendiri-sendiri.
Beliau wanti-wanti sama elsa, kalau mendidik anak itu harus hati-hati, punya 3 anak dijamin dengan 3 karakter yg berbeda dan 3 kebisaan yg berbeda pula.

Detail petuah beliau sbb:
1. Tidak boleh membanding-bandingkan anak
Seringkali kita secara tidak sengaja maupun sengaja dengan dalih memberi motivasi kepada anak, kita banding-bandingkan anak kita dengan temannya. Mungkin memang cara membanding-bandingkan ini akan berhasil memberi semangat/motivasi kepada anak utk segera melakukan kegiatan yg kita maksud. Namun, cara ini akan terasa hanya dalam jangka pendek. Parahnya lagi, jangka panjangnya akan berdampak kurang baik bagi si anak.
Anak yg terlalu sering dibanding-bandingkan, umumnya rasa percaya dirinya sulit tumbuh. Dia akan merasa bahwa dirinya kurang dibanding teman-temannya. Dia akan merasa bahwa dirinya tidak lebih baik di depan teman-temannya.
Rasanya kitapun tidak akan rela bila pekerjaan kita atau apa yg sudah kita lakukan dibanding-bandingkan dengan pekerjaan orang lain. Apalagi kalau memang pekerjaan kita ternyata tidak lebih baik dibanding pekerjaan orang lain tersebut.
Demikian pula yg terjadi dalam hati anak-anak, jangan karena mereka masih anak-anak lantas kita meremehkan perasaan mereka. Justru masa anak-anak lebih peka perasaannya. Mereka dengan mudah mengingat apa yg menurut mereka sudah membuat sakit hati.
Bisa jadi perasaan itu akan selalu tertanam di hatinya, meski sudah beranjak dewasa bahkan lanjut usia.
Proses banding-banding ini, tidak hanya berlaku untuk teman, tetapi membandingkan dengan saudara kandung maupun dengan orang tuanya sendiri, sebisa mungkin kita hindari.
Kala kita, para orang tua, melihat kenyataan bahwa ternyata anak-anak kita kemampuannya kurang dibanding teman/saudara sebaya, jangan terlalu memaksa anak agar bisa seperti teman/saudaranya itu, apalagi membanding-bandingkan.
Motivasi dan semangat harus tetap ditumbuhkan dalam jiwa anak.
Orang bijak berkata, jangan terlena dengan kesuksesan anak (balita) dalam jangka pendek.
Jangan bersedih bila model didikan kita belum nampak berhasil pada anak, tunggu.. bersabarlah..kita lihat sampai masanya tiba.
Pada usia 20-25 tahun, akan nampak betul hasil didikan kita pada anak.
Saat nanti, baru kita akan merasakan didikan yg seperti apa yg berdampak positif pada anak, demikian sebaliknya.


2. Segera peluk anak setelah kita memarahinya tanpa sebab
Sering terjadi seorang ibu tau-tau memarahi anak 'tanpa sebab'.
Bisa jadi karena saat itu si Ibu sedang banyak pikiran yg membuatnya pusing tujuh keliling, kemudian melihat perilaku anak yg mungkin saat itu sama sekali tidak mengindahkan apa yg si ibu katakan.
Atau mungkin, saat-saat menjelang menstruasi. Katanya saat-saat itu bagi sebagian besar ibu adalah saat-saat sensitif yg mudah sekali meledak marah hanya karena sebab kecil sekalipun.
Apabila kejadian ini terjadi, kita memarahi anak meski mungkin si anak tidak sampai menangis, tunggu beberapa saat setelah semuanya reda, kemudian sesegera mungkin dudukkan anak di pangkuan kita dan peluk dia seraya meminta maaf karena tadi sudah marah-marah dan mungkin membentaknya. Kalau mungkin, terangkan duduk permasalahan apa yg menyebabkan meledaknya marah, dan sampaikan kembali dengan kalimat yg santun serta lembut. Layaknya berbicara pada anak (balita) yg masih sangat lugu dan polos.

3.Jangan memanjakan anak
Ada sebagian orang tua yg berdalih sangat amat sayang kepada si anak, hingga apapun keinginan anak dipenuhi. Mungkin si anak ini adalah anak semata wayang, atau mungkin si anak ini karena kedua ortu sibuk bekerja hingga waktu bertemu dengan anak menjadi kurang, kompensasinya ortu merasa harus menebus kekurangan waktu itu dengan mengabulkan semua keinginan si anak.
Anak seperti ini, dikhawatirkan nantinya akan menjadi anak yg egois, selalu ingin menang sendiri, sulit bersosialisasi (berbagi) dengan teman sebayanya.
Selama di rumah, bolehlah dia diperlakukan bak raja/ratu, namun saatnya dia harus di luar rumah bermain dengan teman sebayanya, dia akan merasa kesulitan karena kali ini semua yg diinginkan tidak bisa dengan serta merta dia dapatkan.
Mungkin sekali waktu kita coba mengatakan "tidak" pada anak, bila dia sedang menginginkan sesuatu. Tentunya dengan alasan yg bisa diterima anak.
Bisa juga dengan mengatakan "nanti" atau "Tunggu sebentar, asal harus ..ini.. dulu, ya". Hal ini dimaksudkan memberi pelajaran kepada anak, bahwa untuk mendapatkan apa yg diinginkan tidak bisa begitu saja diperoleh, harus dengan usaha terlebih dahulu.

4. Berusaha bersikap konsekwen
Orang tua yang dapat menjaga tetap berlaku konsekwen, biasanya lebih "dihormat" oleh anak. Artinya, si anak tidak akan mendapat kesempatan berlaku macam-macam pada orang tua.
Anak yg mendapati orang tuanya menjadi "plin-plan" biasanya akan 'dimanfaatkan' untuk merengek-rengek ketika mengharap sesuatu.
Misal: Ketika mengajak anak jalan-jalan di mall/supermarket, kemudian anak melihat sesuatu yg menarik sehingga ia ingin dibelikan barang tersebut. Sekali orang tua berkata "tidak", pertahankan untuk tetap tidak. Ada kalanya, saat keinginan anak tidak diluluskan lantas si anak menangis sekencang-kencangnya, karena tidak ingin malu diperhatikan orang-orang sekitar di dalam mall/supermarket, akhirnya orang tua luluh dan membelikan apa yg diingkan si anak tadi.
Hal ini lambat laun akan dijadikan "senjata pamungkas" oleh anak, bahwa bila nanti dia ingin sesuatu, tinggal menangis kencang, maka datanglah yg diinginkan.
Hal seperti ini berlaku juga untuk ketetapan/peraturan lain yg sudah pernah kita buat kesepakatannya dengan anak-anak.

5.Puji anak dengan pujian yg sewajarnya
Usahakan untuk tidak asal memuji anak, jangan mengumbar kata "pinter" atau "cantik" atau "bagus" tanpa dibarengi keterangan lanjutan dibelakangan puji-pujian itu.
Illustrasi I: Anak menunjukkan hasil gambar bentuk orang, saat kita katakan "Bagus sekali gambarnya, kakak pinter ya bisa gambar sendiri", jangan lupa katakan juga "..nanti lagi kalau gambar orang, dikasih topi atau pita di kepala.. tambah bagus, deh"
Illustrasi II: Sesaat setelah selesai bermain, ibu menyuruh kakak untuk merapikan kembali mainan ke tempat semula.
Sebagai reward karena bersedia merapikan mainan, pujilah kegiatan anak tersebut.
"Wah, kakak pinter ya, bisa merapikan sendiri mainan", ditambah lagi dengan "Terimakasih ya, kak.. sudah bantu ibu merapikan dan membuat rumah jadi bersih"
Ilustrasi di atas hanya salah satu contoh saja, dimaksudkan supaya anak tidak cepat puas dengan apa yg sudah dikerjakannya. Berharap menjadi dorongan agar ia dapat melakukan yg lebih dan lebih baik lagi.
Dikhawatirkan, pujian yg terlalu berlebihan akan membuat anak nantinya menjadi besar kepala dan sombong.

Di akhir pembicaraan elsa dengan Matsubara sensei, kami berdua sepakat bahwa menjadi seorang ibu yang baik sangatlah sulit..hiks.
Kembali elsa ingat, dibalik kesulitan insya Allah akan datang kemudahan.
Semoga kita semua selalu diberi kemudahan dan tuntunan untuk dapat menjadikan putra-putri kita menjadi yg terbaik.
 

posted by Tukang Coret at 9:40 AM []