Selama ini tidak pernah jadi perhatian elsa, setelah membaca sebuah artikel kiriman teman lewat sebuah milis, barulah sadar..ternyata memang hal-hal yang berkaitan dengan negeri Matahari Terbit ini, menarik untuk kita amati.
Yang Unik dan Menarik di Jepang
Dalam pergaulan di Jepang, saya sering mendapat pertanyaan : apa yang berkesan selama anda di Jepang ? Jawaban yang paling mudah adalah "di Jepang serba praktis". Tapi lama-lama jawaban ini membosankan, dan tidak membuka bahan ngobrol baru yang menarik. Saya coba renungkan beberapa hal yang dianggap wajar di Jepang, tapi bagi orang Indonesia terasa janggal, menarik, vice versa. Ternyata tidak mudah menemukannya. Mungkin karena saya sudah lama tinggal di Jepang, jadi yang unik dan menarik lewat begitu saja di depan hidung.
Satu, Di Jepang, angka "4" dan "9" tidak disukai, sehingga sering tidak ada nomer kamar "4" dan "9". "4" dibaca "shi" yang sama bunyinya dengan yang berarti "mati", sedang "9" dibaca "ku", yang sama bunyinya dengan yang berarti "kurushii/sengsara"
Dua, Orang Jepang menyukai angka "8". Harga-harga barang kebanyakan berakhiran "8". Susu misalnya 198 yen. Tapi karena aturan sekarang ini mengharuskan harga barang yang dicantumkan sudah harus memasukkan pajak, jadi mungkin kebiasaan ini akan hilang. (Pasar = Yaoya = tulisan kanjinya berbunyi happyaku-ya atau toko 800)
Tiga, Kalau musim panas, drama di TV seringkali menampilkan hal-hal yang seram (hantu)
Empat, Drama detektif di TV, bunyi sirene (kyukyusha) biasanya muncul pada menit-menit awal. Di akhir cerita, sebelum perkelahian mati- matian biasanya penjahat selalu menceritakan semua rahasia kejahatannya.
Lima, Cara baca tulisan Jepang ada dua style : yang sama dengan buku berhuruf Roman alphabet huruf dibaca dari atas ke bawah, dan yang kedua adalah dari kolom paling kanan ke arah kiri. Sehingga bagian depan dan belakang buku berlawanan dengan buku Roman alphabet
(halaman muka berada di "bagian belakang").
Enam, Kita (orang Indonesia) dan rekan-rekan dari Asia Tenggara lainnya umumnya kalau jiko-shokai (memperkenalkan diri) sering memulai dengan "minasan, konnichiwa" atau "minasan, konbanwa". Mungkin ini karena kebiasaan bahasa Indonesia untuk selalu memulai pidato dengan ucapan selamat malam, dsb. Tapi untuk pendengaran orang Jepang, rasanya janggal, karena mirip siaran berita di TV. Seharusnya dimulai dengan langsung menyebut nama dan afiliasi. Misalnya "Tanaka ken M1 no Anto desu....dst.", tidak perlu dengan "Minasan..konnichiwa...".
Tujuh, Kesulitan pertama yang muncul dalam urusan administratif di Jepang, kalau ditanya : "family name anda apa ? ", karena kita tidak ada keharusan di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara untuk mencantumkan family name.
Delapan, Kalau kita memperoleh undangan selalu meminta konfirmasi hadir atau tidak.
Satu, Di Jepang, angka "4" dan "9" tidak disukai, sehingga sering tidak ada nomer kamar "4" dan "9". "4" dibaca "shi" yang sama bunyinya dengan yang berarti "mati", sedang "9" dibaca "ku", yang sama bunyinya dengan yang berarti "kurushii/sengsara"
Dua, Orang Jepang menyukai angka "8". Harga-harga barang kebanyakan berakhiran "8". Susu misalnya 198 yen. Tapi karena aturan sekarang ini mengharuskan harga barang yang dicantumkan sudah harus memasukkan pajak, jadi mungkin kebiasaan ini akan hilang. (Pasar = Yaoya = tulisan kanjinya berbunyi happyaku-ya atau toko 800)
Tiga, Kalau musim panas, drama di TV seringkali menampilkan hal-hal yang seram (hantu)
Empat, Drama detektif di TV, bunyi sirene (kyukyusha) biasanya muncul pada menit-menit awal. Di akhir cerita, sebelum perkelahian mati- matian biasanya penjahat selalu menceritakan semua rahasia kejahatannya.
Lima, Cara baca tulisan Jepang ada dua style : yang sama dengan buku berhuruf Roman alphabet huruf dibaca dari atas ke bawah, dan yang kedua adalah dari kolom paling kanan ke arah kiri. Sehingga bagian depan dan belakang buku berlawanan dengan buku Roman alphabet
(halaman muka berada di "bagian belakang").
Enam, Kita (orang Indonesia) dan rekan-rekan dari Asia Tenggara lainnya umumnya kalau jiko-shokai (memperkenalkan diri) sering memulai dengan "minasan, konnichiwa" atau "minasan, konbanwa". Mungkin ini karena kebiasaan bahasa Indonesia untuk selalu memulai pidato dengan ucapan selamat malam, dsb. Tapi untuk pendengaran orang Jepang, rasanya janggal, karena mirip siaran berita di TV. Seharusnya dimulai dengan langsung menyebut nama dan afiliasi. Misalnya "Tanaka ken M1 no Anto desu....dst.", tidak perlu dengan "Minasan..konnichiwa...".
Tujuh, Kesulitan pertama yang muncul dalam urusan administratif di Jepang, kalau ditanya : "family name anda apa ? ", karena kita tidak ada keharusan di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara untuk mencantumkan family name.
Delapan, Kalau kita memperoleh undangan selalu meminta konfirmasi hadir atau tidak.
Sembilan, Kalau kita membubuhkan tanda tangan, kadang akan ditanya orang Jepang : ini bacanya bagaimana ? Kalau di Jepang saat diperlukan tanda tangan (misalnya di paspor, dsb.) umumnya mereka menuliskan dalam huruf Kanji, sehingga bisa terbaca dengan jelas.
Sedangkan kita biasanya membuat singkatan atau coretan sedemikian hingga tidak bisa ditiru/dibaca oleh orang lain.
Sepuluh, Acara TV di Jepang didominasi oleh masak memasak dan talk show
Sebelas, Fotocopy di Jepang self-service, sedangkan di Indonesia di- service.
Duabelas, Jika naik taxi di Jepang, pintu dibuka dan ditutup oleh supir atau automatically. Penumpang dilarang membuka dan menutupnya sendiri.
Tigabelas, Tanda tangan di Jepang hampir tidak pernah berlaku untuk keperluan formal, melainkan harus memakai hanko/inkan/cap. Jenis hanko di Jepang ada beberapa, a.l. jitsu-in, ginko-in, dan mitome-in. Jadi satu orang kadang memiliki beberapa jenis inkan, untuk berbagai
keperluan. Jitsu-in adalah inkan yang dipakai untuk keperluan yang sangat penting, seperti beli rumah, beli mobil, untuk jadi guarantor, dsb. jenis ini diregisterkan ke shiyakusho. Ginko-in adalah jenis inkan yang dipakai untuk khusus membuat account di bank. Inkan ini diregisterkan ke bank. Mitome-in dipakai untuk keperluan sehari-hari, dan tidak diregisterkan.
Empatbelas, Naik sepeda tidak boleh boncengan (kecuali memboncengkan anak- anak)
Limabelas, Ajakan makan bersama belum tentu berarti anda ditraktir, tapi bisa jadi bayar sendiri-sendiri.
Enambelas, Di Jepang sulit mencari mesin ketik
Tujuhbelas, Pernah nggak melihat cara orang Jepang menghitung "satu", "dua", "tiga",.... dengan jari tangannya ? Kalau rekan-rekan perhatikan, ada perbedaan dengan kebiasaan orang
Indonesia. Orang Indonesia umumnya mulai dari tangan dikepal dan saat menghitung "satu", jari kelingking ditegakkan. Menghitung "dua", jari manis ditegakkan, dst. Kalau orang Jepang, setahu saya, kebalikannya.
Mereka selalu mulai dari telapak tangan terbuka, dan cara menghitungnya kebalikan orang Indonesia. Saat bilang "satu", maka jarinya akan ditekuk/ditutupkan ke telapak tangan. Misalnya Nggak percaya ? Coba deh...jikken (coba) dengan teman Jepang anda.
Delapanbelas, Cara menulis angka : 7 (tujuh). Kebiasaan orang Indonesia selalu menambahkan coret kecil di kaki angka 7 (mirip huruf "NU" katakana). Di Jepang selalu dididik menulis 7 persis seperti huruf ketik (tanpa coretan nya orang Indonesia), jadi mirip huruf katakana "FU"
atau "WA" (katakana). Saat saya riset handwriting numeral recognition, saya lihat ratusan tulisan tangan orang Jepang tentang angka 7, dan tidak ada satu pun yang sama dengan yang "made in Indonesia".
Moral of the story : Hati-hati kalau menulis alamat, formulir atau dokumen lainnya di Jepang. Sedapat mungkin usahakan sama dengan standard Jepang. Kalau nggak, belum tentu dapat difahami oleh orang Jepang bahwa anda menulis angka "tujuh".
Sembilanbelas, Orang jepang rela mengantri di depan toko lama, bahkan berhari2, untuk mendapat barang sale, atau tiket pertunjukan/pertandingan favorit.
Dua puluh, Orang jepang kalau sudah ngefans pada sesuatu bisa menjadi sangat "gila". Misalnya bagi penggemar yakyuu (baseball), pertemanan, bahkan rumah tangga bisa bubar krn beda tim yang didukung.
ps. saat ini ibu-ibu jepang lagi kena wabah bintang film Korea: "Yon-sama". Tentang ini baca artikel lengkapnya di blog Emil
.:by Anto Satrio Nugoho:.